Rabu, 01 Februari 2017

KLINIK HEWAN METODE PEMERIKSAAN FISIK PADA HEWAN

    


KLINIK HEWAN
METODE PEMERIKSAAN FISIK PADA HEWAN
 














OLEH :

USWATUN KASANAH
NIS :16.1.002.5.13.028






PEMERINTAH  PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
SMK-SPP NEGERI PELAIHARI
2015







DAFTAR ISI

            Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................... ...................... i
DAFTAR ISI....................................................................................... ...................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................................................................... ...................... 1

BAB II. PEMBAHASAN
 2.1  METODE – METODE PEMERIKSAAN
2.1.1 Metode pemeriksaan secara inspeksi................................. ...................... 3
2.1.2 Metode pemeriksaan secara palpasi................................... ..................... 7
2.1.3 Metode pemeriksaan secara perkusi....................................... ................. 9
2.1.4 Metode pemeriksaan secara auskultasi..................................................... 9


BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1  Kesimpulan ................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14






KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul metode pemeriksaan fisik hewan.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Drh. Sujoni, M.Sc selaku guru mata pelajaran klinik hewan  yang telah membimbing  dalam mengerjakan karya tulis ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada  teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya tulis ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik  di masa yang akan datang dan membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.



Pelaihari, 27 Februari 2015



              Penulis
















                                                     BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kondisi kesehatan ternak yang dipelihara sehingga ternak tidak mudah terserang penyakit (Budaarsa dkk , 2012). Kesehatan ternak adalah suatu keadaan atau kondisi dimana tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuhnya berfungsi normal. Salah satu bagian yang paling penting dalam penanganan kesehatan ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui pemeriksaan ternak yang diduga sakit. Pemeriksaan ternak yang diduga sakit adalah suatu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang terjadi pada ternak melalui tanda-tanda atau gejala-gejala yang nampak sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan suatu penyakit dapat diketahui penyebabnya ( Astiti, 2010 ).

Terlebih sekarang banyak penyakit hewan yang menghebohkan seperti pada tahun 2000-sampai saat ini setidaknya ada 4 penyakit yang paling menghebohkan yakni penyakit anthrax/ radang limpa, penyakit mulut dan kuku/ foot and mouth disease, penyakit sapi gila/ mad cow disease yang bersifat zoonosis artinya penyakit yang dapat juga menyerang atau menular pada manusia ( Hasnudi dkk, 2004 ).

 Salah satu cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan mengontrol kesehatan ternak, antara lain dengan pemeriksan kesehatan ternak melalui pengamatan tingkah laku ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan pemeriksaan kondisi fisiologis ternak. Pada hewan ternak dikatakan sakit bila organ tubuh ataupun fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal, kelainan tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik dengan alat indra secara langsung atau menggunakan alat-alat bantu.

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengamatan secara visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendenganran (auscultasi) dan pukulan (perkusi).



Pada umumnya, pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan status kesehatan umum seperti penghitungan frekuensi nadi, denyut jantung, penghitungan frekuensi nafas, pengukuran suhu tubuh, pengamatan terhadap mukosa, turgor kulit, dan penghitungan frekuensi rumen pada ruminansia. Dengan pemeriksaan fisik tersebut, kita dapat mengetahui gejala- gejala penyakit yang diderita oleh hewan dan dapat mencegah sebelum parah (Mauladi, 2009).




BAB II
PEMBAHASAN

                 Pemeriksaan fisik adalah suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah  dilakukan dengan pengamatan visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan (perkusi). Kemudian semua informasi yang diperoleh harus dicatat pada catatan medis (ambulatory) untuk di evaluasi oleh dokter hewan (Sujoni, 2012). Teknik-teknik ini digunakan untuk menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman.

2.1 METODE – METODE PEMERIKSAAN
2.1.1  INSPEKSI (melihat/ memperhatikan)
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi , yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat, mengamati kondisi fisik hewan. Inspeksi yang dapat dilakukan yaitu pengamatan kebersihan kulit dan bulu, status gizi, tempramen, keadaan feces, pemeriksaan mukosa dan suhu tubuh.

Menurut Astiti (2010), perbedaan ciri visual antara ternak sehat dengan ternak sakit antara lain :

NO
Kategori
Sehat
Sakit
1.
Pergerakan
Aktif dan lincah
Kurang aktif dan lincah
2.
Mata
Jernih
Pucat dan sayu
3.
Bulu
Halus dan bersih
Kasar, berdiri dan kusam
4.
Nafsu Makan
Normal
Berkurang
5.
Lendir lubang alami
Tidak ada
Ada
6.
Suara napas
Halus, teratur dan tidak tersengal- sengal.
Ngorok, tidak teratur dan tersengal sengal.


2.1.1.1   PEMERIKSAAN KULIT DAN BULU


Kebersihan kulit dan bulu merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh hewan.  Karena kulit dan bulu memiliki fungsi yang cukup penting pada tubuh hewan, diantaranya :
a.       Organ pelindung dari virus
b.      Indikator penentu jika hewan mengalami sakit atau sehat
c.       Tempat penyimpanan zat tertentu
d.      Mencegah hilangnya cairan elektrolit
e.       Tempat pembuatan pigmen.

Ternak yang sehat keadaan bulunya normal yaitu tampak mengkilat, lemas dan tidak rontok. Kelainan pada bulu dapat berupa kerontokan, bulu tampak suram, kering, kasar dan berdiri. Bulu yang rontok kebanyakan berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti eksim, skabies, dermatitis, jamur, kutu, caplak dan lainnya. Keadaan bulu atau rambut berkaitan dengan ternak yang diperiksa, perawatan, dan system perkandangannya ( Nuggroho, 2008). Tanda tanda yang bias dilihat jika ada kelainan pada kulit yaitu dengan melihat warna kulit anemis, cyanotis, hyperemis dan icterus.

Contagious Echtyma, orf atau Dakangan merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus yang sangat menular pada ternak khususnya domba dan kambing. Gejala awal penyakit ini ditandai dengan adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir, kemudian berubah menjadi lepuh, selanjutnya lepuh meluas dan melebar sehingga akhirnya terbentuk keropeng ( Kartasudjana, 2001).

2.1.1.1    STATUS GIZI


Kondisi yang menunjukkan status gizi hewan pada pemeriksaan fisik secara umum dapat dilihat secara inspeksi. Yaitu dapat dilihat dari fisik hewan yang gemuk, kurus atau ideal. Pemeriksaan dengan inspeksi dapat dilihat dibeberapa tempat dari tubuh hewan yaitu inspeksi bagian costae, prosesus spinosus, scapula, dan pelvis serta pangkal ekor. Hewan dengan kondisi gizi yang baik akan menunjukan tubuh yang diselimuti oleh otot daging yang tebal, sedangkan hewan yang kurus akan menunjukan beberapa kerangka / tulang yang menonjol seperti tulang rusuk costae, pinggul, dan tulang punggung.
Penilaian keadaan status gizi pada hewan disebut dengan Body Condition Scoring (BCS). Body Condition Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi (Nainggolan, 2013).

2.1.1.2   TEMPRAMEN


Tempramen merupakan sifat dari hewan. Untuk mengetahui tempramen hewan perlu dilakukan pengamatan perilaku yang di tunjukannnya. Tempramen hewan yang dapat dilihat oleh mata adalah bagaimana hewan tersebut bergerak aktif, menyerang jika merasakan adanya bahaya (Ada orang cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat lemah dan lesu, hewan tersebut sedang dalam keadaan sakit.
Menurut Kepala Badan Karantina Pertanian (2006), jika hewan menunjukan tanda- tanda / gejala klinis seperti :
1. Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri, mati mendadak;
2. Agresif dan nervous;
3. Menyerang apa saja disekitarnya;
4. Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan kayu/pika);
5. Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea kering, tonus urat daging bertambah (sikap siaga/kaku);
6. Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan konvulsi;
7. Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
8. Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.
Maka dapat disimpulkan bahwa hewan tersebut terserang penyakit rabies.

2.1.1.3   KEADAAN FECES


Feces adalah sisa – sisa dari metabolisme pencernaan di dalam tubuh. Sisa sisa metabolisme pencernaan ini disimpan sementara didalam usus besar. Untuk mengetahui keadaan feces yang normal dan abnormal ialah dengan melihat tekstur dari feces tersebut. Jika hewan menunjukan gejala seperti nafsu makan berkurang, pertumbuhan lambat, bobot tubuh turun, sapi tampak pucat karena kekurangan darah (anemia),  kotorannya encer, diare, dari gejala tersebut menunjukan bahwa hewan terserang penyakit cacing perut ( Yulianto dan Saparinto, 2010 ).

Cacing yang ada didalam tubuh biasanya berada didalam saluran pencernaan, seperti : lambung, usus halus, usus besar, dan saluran empedu hati. Apabila cacing – cacing tersebut bertelur, maka telurnya akan tersimpan didalam saluran pencernaan dan bercampur dengan feces. Apabila feces dikeluarkan oleh saluran pencernaan anus, maka telur cacing akan ikut keluar bersama feces yng dikeluarkan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui kebenaran akan akan adanya telur cacing perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium hewan.

2.1.1.4   PEMERIKSAAN MUKOSA


Pemeriksaan mukosa adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat selaput lendir (mukosa) hewan.  Bagian tubuh hewan yang dapat di amati mukosanya antara lain : mulut , mata, rectum, dan vagina. Mukosa hewan ternak yang  sehat berwarna merah muda dan memiliki permukaan yang licin, basah, trasparan dan mengkilat.  
Namun ada beberapa mukosa hewan yang tidak berwarna merah muda (abnormal). Hal itu disebabkan karena adanya gangguan kesehatan pada hewan tersebut. Menurut Komarudin (2004), warna mukosa yang tidak normal adalah :
1.      Hyperemis (kemerahan)
Jika mukosa hewan berwarna kemerahan, maka hewan tersebut memiliki sirkulasi darah yang cepat dan banyak sehingga terjadi peradangan/ bengkak di daerah tersebut.
2.      Anemis ( kepucatan)
 Jika mukosa hewan berwarna pucat, maka hewan tersebut memiliki gangguan sirkulasi darah sehingga mengakibatkan kekurangan darah, misalnya terjadi pendarahan kerena luka.
3.       Cyanotis (kebiruan)
Jika mukosa hewan berwarna biru, maka hewan tersebut kelebihan CO dan CO2 , serta kekurangan oksigen (O2)  yang mengakibatkan keracunan.
4.      Icterus (kekuningan)
Jika mukosa hewan berwarna kuning, maka hewan tersebut memiliki gangguan pada hati atau adanya zat warna empedu yang ikut dalam aliran darah yang mengakibatkan terjadi penyakit hati atau peradangan dan pembengkakan hati (hepatitis).

2.1.1.6    SUHU TUBUH

Suhu tubuh bagian dalam tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan thermometer atau menggunakan bantuan punggung tangan pemeriksa. Pemeriksaan suhu tubuh hewan pada umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hewan yang sehat memiliki suhu tubuh pada pagi hari yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh pada siang dan sore hari. Secara fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5ºC pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis. (Mauladi,2009)

Tabel. Kisara Suhu tubuh Normal Pada Beberapa Hewan
Jenis hewan
Temperature (°C)
Sapi
37,8 – 38,8
Kambing
38,6 – 39,6
Domba
38,6 – 39,6
Kuda
37,3 – 38,3
Babi
38,7 – 39,7
Kelinci
39,0 – 40,0
Anjing
38,4 – 39,4
Kucing
38,1 – 39,1

2.2  PALPASI ( Perabaan )

Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan fisik  dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Metode pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan pada bagian tubuh hewan ini akan dapat mengetahui keadaan bagian luar dari tubuh hewan seperti jika ada benjolan pada tubuh hewan.
            Selain itu pemeriksaan dengan cara palpasi dapat dilakukan untuk memeriksa frekuensi nadi dan jantung pada hewan. Untuk mengetahui frekuensi nadi pada hewan dapat dirasakan dengan palpasi ringan dengan menekan pembuluh darah arteri. Pengukuran frekuensi nadi pada hewan dapat dilakukan diberapa tempat, yaitu :
a.    Menekan arteri femoralis yang terletak dipaha bagan medial (dalam), terutama untuk hewan berukuran kecil seperti kambing, kucing, anjing, pedet.
b.    Menekan arteri coccigealis median yang terletak dibagian ventral ekor, untuk sapi.
c.    Menekan arteri fascialis, terletak dibagian wajah untuk hewan sapi dan kuda.
d.   Menekan arteri maksilaris yang terletak di maksila untuk hewan kuda.

          Tabel. Kisaran Frekuensi Nadi pada beberapa hewan.
Jenis Hewan
Frekuensi Nadi (per menit)
Sapi
48 – 80
Kuda
28 – 40
Kambing
70 – 80
Babi
70 – 120
Anjing
70 – 120
Kucing
120 – 140
Domba
70 – 80
Kelinci
180 – 350
          
          Sumber : ( Sujoni, 2012 ).

 Sedangkan untuk mengetahui frekuensi pernafasan pada hewan yaitu dengan cara meletakan punggung tangan pemeriksa didepan hidungnya. Kemudian hitung jumlah hembusan nafas dalam satu menit dengan menggunakan arloji.

Metode palapasi ini juga sering digunakan dalam mendeteksi kebuntingan. Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik yang dapat digunakan pada tahap awal kebuntingan ini adalah akurat, dan hasilnya dapat langsung diketahui.  Namun demikian dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas yang melakukannya, sehingga dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30 hari (Lestari, 2006).



3.3  PERKUSI ( Pukulan )

Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk bagian tubuh tertentu pada hewan yang terlihat mengalami gangguan atau kelainan. Pemeriksaan dengan ketukan atau pukulan, dapat dilakukan dengan menggunakan alat ketuk (plexor atau percussion hammer) dan dampalan (fleximeter atau percussion plate) yang terbuat dari logam. Teknik pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui kelainan- kelainan yang mungkin ada di rongga dada dan rongga perut. Bila dibawah tepat pengetukan terdapat rongga udara atau kosong maka akan terjadi bunyi nyaring atau tympanis dan bila dibawah tempat pengetukan keadaannya masif, yang terdengar adalah bunyi dup – dup ( Asmaki, 2008).
Selain itu metode perkusi juga dapat dilakukan pada pemeriksaan paru-paru yang dilakukan dengan cara mengetuk dinding thoraks yang diperkirakan dibagian bawahnya terdapat paru-paru dengan mengunakan palu perkusi. Menurut Komarudin (2004), Suara- suara yang dihasilkan dari ketukan palu perkusi sebagai berikut :
a.         Suara nyaring dan nyata
Suara yang diberikan oleh paru-paru yang besar dan normal.
b.        Suara redup
Suara ini terjadi bila alveoli tidak berisi udara. Pada pneumonia, tumor, penebalan dinding thoraks atau pleura, cedera pulmonum dan hydrothoraks.
c.         Suara tympanis
Suara yang terdengar seperti suara beduk. Pada pneumonia yang berlanjut, apabila adanya udara didalam ruang thoraks.
d.        Suara logam
Contohnya hampir sama dengan suara tympanis, tetapi lebih khas.
e.         Sura Pot Pecah
Suara yang keluar seperti memukul sebuah periuk tanah yang telah retak.

2.4  AUSCULTASI ( Pendengaran )
            Menurut Rospond dan Lyrawati (2009), Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen dengan alat bantu stetoskop.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.

A.                 AUSKULTASI SUARA RESPIRASI
Auskultasi Suara Respirasi adalah mendengarkan suara-suara respirasi (pernafasan) pada beberapa bagian rongga dada dengan alat bantu stetoskop. Yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan auskultasi respirasi adalah frekuensi, tipe, irama, intensitas napas serta adanya suara-suara yang abnormal. Proses respirasi memiliki 3 tipe yaitu : Tipe Thorakal, Tipe Abdominal, dan Tipe Thoracoabdominal (Komaruddin, 2010). Sedangkan jenis irama respirasi antara Normal, Respirasi Biot, Respirasi Cheyne Stoke, Respirasi Syncope. Untuk mendengarkan suara respirasi, arahkan stetoskop pada area paru-paru. Kemudian dengarkan suara-suara vesikuler atau bronchial dan suara abnormal respirasi. Suara suara yang mungkin terdengar antara lain:
1.    Suara nyaring : Normal
2.    Suara redup : paru paru bermasalah. Contoh: Masuk Angin dan adanya pendarahan radang paru paru (pneumonia)
3.    Suara tympanis : Perut besar yang menunjukan bahwa hewan tersebut dalam keadaan kembung  (Bloat)
4.    Suara logam (metalis ring sound)
5.    Suara pot pecah (olla rupta).
 


           


             Sumber : ( Triakoso, 2011 ).

           Frekuensi napas normal pada beberapa hewan :

Jenis hewan
Frekuensi Napas (per menit)
Kuda
10 – 14
Sapi
14 – 15
Kambing
15 – 30
Babi
10 – 20
Anjing
14 – 30
Kucing
20 – 30
Ayam
15 – 48
          
               Sumber : ( Komarudin, 2010 ).

B.     AUSKULTASI SUARA JANTUNG

Auskultasi Suara Jantung adalah mendengarkan suara-suara jantung pada bagian area rongga dada. Pemeriksaan auskultasi jantung yaitu dengan cara letakkan bell stetoskop pada lokasi “M” untuk mendengarkan suara jantung katup mitralis, pada lokasi “P” untuk mendengarkan suara jantung katup pulmonalis, pada lokasi “A” untuk mendengarkan suara daerah aorta, ada lokasi “T” untuk mendengarkan suara jantung katup trikuspidalis. Irama jantung yang normal terdiri atas tiga bagian yaitu dua suara jantung dan fase istirahat.
 






                             Sumber : (Triakoso, 2011)
Kenaikan frekuensi jantung menunjukan adanya gangguan fungsi jantung, meskipun kenaikan tersebut juga ditemukan pada keadaan tidak tenang, demam, anemi, dan hewan yang sedang merasa kesakitan ( Subronto,1985 ).
Suara jantung yang abnormal yang bersangkutan dengan daur jantung, atau bising, kadang disebabkan oleh katub jantung. Bising tersebut dapat bersifat presistolik dan diastolic tergantung pada terdenganrnya dalam daur jantung. Katub-katub jantung yang mengalami perubahan patologik biasanya dapat dikenal dengan auskultasi yang teliti. Suara –suara seperti adanya benda yang mencebur (splashing), suara tajam yang pendek (clicking) dan suara seperti meremas (squishing) mungkin terdengar pada penyakit radang perikard ( Subronto, 1985 ).

C.     AUSKULTASI SUARA RUMEN
Auskultasi Suara Rumen adalah mendengar suara-suara rumen pada sapi dengan bantuan alat stetoskop. Caranya dengan meletakkan bell stetoskop pada area kiri atas Abdomen, dengarkan hingga beberapa saat hingga terdengar suara pergerakan cairan dan gas di dalam rumen, yang mengindikasikan adanya kontraksi rumen (1-2menit) dan hitung waktu hingga terdengar suara berikutnya.





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan fisik adalah suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah  dilakukan dengan pengamatan visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan (perkusi).
Dengan adanya hasil pemeriksaan fisik tersebut, dokter hewan dapat mendiatnosa jika ada penyakit pada hewan dan melakukan tindakan lanjutan untuk mencegah atau mengobati jika ada gangguan atau penyakit pada tubuh hewan.

3.2  Saran

Untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, seperti  saat pemeriksaan auskultasi yang memerlukan latihan yang rutin  sehingga pada saat pemeriksaan tidak salah dalam mendiatnosa atau menyimpulkan suatu penyakit .






DAFTAR PUSTAKA
Arief, P. A., H. Masturi dan T. D. Asmaki. 2008. Budidaya Usaha Pengolahan Agribisnis Ternak Sapi. Bandung : CV. Pustaka Grafika : 93 – 94. [14 Februari 2015].

Astiti, L. G. S. 2010.  Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/pu/ psds/Penyakit.pdf : 2-3. [18 Februari 2015].

Budaarsa,  K., K. M. Budiasa, W. Suarna, A. W  Puger, M . Suasta dan I . M . S . Miwada. 2012. Perbaikan Manajemen Pemeliharaan Dan Pelayanan Kesehatan Ternak Di Desa Tianyar Barat . http://download.portalgaruda .org/article.php?article=13979 &val=943: 1. [18 Februari 2015].

Caturto, P. N. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. http://mirror.unpad.ac.id /bse/11_SMK /kelas11_smk_agribisnis_teknik_ruminansia_caturto.pdf : 283. [19 Februari 2015].

Hasnudi., I. Sembiring., S. Umar. 2004. Pokok-Pokok Pemikiran Bidang Peternakan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/804/1/ternak-hasnudi.pdf : 14. [18 Februari 2015].
Kepala Badan Karantina Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan Karantina  Hewanterhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies(Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya). http://www.karantina.deptan.go.id/hukum/file/12.a.%20LAMPIRAN.%20INPUT.pdf : 10. [1 Februari 2015].
j
Komarudin. 2004. Kesehatan Hewan PSK Semester 4. Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 13 – 14 dan 26. [1 Februari 2015].

Komarudin. 2010. Klinik hewan Hewan Semester 1. Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 23 - 24. [1 Februari 2015].
Mauladi, A. H. 2009. Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung Dan Nafas Induk Sapi Friesian Holstein Bunting Yang Divaksin Dengan Vaksin Avian Influenza H5n1. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24449/B09ahm.pdf;jsessionid=65D8314DF0142AEF09AE920C7E2A86A7?sequence=1 : 9 - 10. [28 Januari 2015].

Nainggolan, Y. D. A. 2013. Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (Po) Oleh Peternak Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara.http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL /PETERNAKAN  /PETERNAKAN%202013/STUDI%20EKSPLORATIF%20 UPAYA%20KESEHATAN%20SAPI%20POTONG.pdf : 3 - 4. [28 Januari 2015].

Nusdianto, T. 2011. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Fisik. https://triakoso.files.wordp ress .com/2009/10/petunjuk-praktikum-pemeriksaan-fisik-ipdv-1-2011.pdf  : 6 – 7 . [28 Januari 2015].
Purnawan, Y., C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta : Penebar Swadaya. Hal 162. [18 Februari 2015].

Raylene, M. R., D. Lyrawati.  2009.  Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar. https :// lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-fisik-dasar.pdf : 47. [6 Februari 2015].
Ruhyat,  K. 2001. Teknik Kesehatan Ternak. httppsbtik.smkn1cms.netpertanianbudiday a_ter nakgeneraltehnik_kesehatan_ternak.pdf :  28.  [28 Januari 2015].

Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal 23. [28 Januari 2015].

Sujoni. 2012. Pemeriksaan Umum Pada  Hewan. Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari: 7 dan 15.  [1 Februari 2015].
Tita, D. L. 2006. Metode Deteksi Kebuntingan Pada Ternak Sapi. http://pustaka.unpad. ac.id/wp-content/uploads/2009/09/metode_deteksi_kebuntingan.pdf : 4. [28 Januari 2015].

15










Tidak ada komentar:

Posting Komentar