KLINIK
HEWAN
METODE PEMERIKSAAN
FISIK PADA HEWAN
OLEH :
USWATUN
KASANAH
NIS
:16.1.002.5.13.028
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
DINAS
PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
SMK-SPP
NEGERI PELAIHARI
2015
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................... ...................... i
DAFTAR ISI....................................................................................... ...................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang........................................................................... ...................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 METODE – METODE PEMERIKSAAN
2.1.1 Metode pemeriksaan secara inspeksi................................. ...................... 3
2.1.2
Metode pemeriksaan secara palpasi................................... .....................
7
2.1.3 Metode pemeriksaan secara perkusi.......................................
................. 9
2.1.4 Metode pemeriksaan secara auskultasi..................................................... 9
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
14
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul metode pemeriksaan
fisik hewan.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada Drh. Sujoni, M.Sc selaku guru mata
pelajaran klinik hewan yang telah membimbing dalam mengerjakan karya tulis
ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi
baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya tulis ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata
pelajaran guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih
baik di masa yang akan datang dan membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Pelaihari, 27 Februari 2015
Penulis
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keberhasilan
usaha peternakan sangat ditentukan oleh kondisi kesehatan ternak yang
dipelihara sehingga ternak tidak mudah terserang
penyakit (Budaarsa dkk , 2012). Kesehatan ternak adalah suatu keadaan atau
kondisi dimana tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuhnya
berfungsi normal. Salah satu bagian yang paling penting dalam penanganan
kesehatan ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui
pemeriksaan ternak yang diduga sakit. Pemeriksaan ternak yang diduga sakit
adalah suatu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang terjadi pada
ternak melalui tanda-tanda atau gejala-gejala yang nampak sehingga dapat
diambil suatu kesimpulan dan suatu penyakit dapat diketahui penyebabnya ( Astiti,
2010 ).
Terlebih sekarang banyak penyakit
hewan yang menghebohkan seperti pada tahun
2000-sampai saat ini setidaknya ada 4 penyakit yang paling menghebohkan yakni
penyakit anthrax/ radang limpa, penyakit mulut dan kuku/ foot and mouth disease,
penyakit sapi gila/ mad cow disease yang bersifat zoonosis artinya penyakit
yang dapat juga menyerang atau menular pada manusia ( Hasnudi dkk, 2004 ).
Salah satu
cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan mengontrol kesehatan ternak,
antara lain dengan pemeriksan kesehatan ternak melalui pengamatan tingkah laku
ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan pemeriksaan kondisi fisiologis
ternak. Pada hewan ternak dikatakan sakit
bila organ tubuh ataupun fungsinya mengalami kelainan dari keadaan normal,
kelainan tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik dengan alat indra
secara langsung atau menggunakan alat-alat bantu.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengamatan secara
visual (inspeksi), perabaan pada tubuh (palpasi), pendenganran (auscultasi) dan
pukulan (perkusi).
Pada umumnya, pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi pemeriksaan status kesehatan umum seperti penghitungan
frekuensi nadi, denyut jantung, penghitungan frekuensi nafas, pengukuran suhu
tubuh, pengamatan terhadap mukosa, turgor kulit, dan penghitungan frekuensi
rumen pada ruminansia. Dengan pemeriksaan fisik tersebut, kita dapat mengetahui gejala- gejala
penyakit yang diderita oleh hewan dan dapat mencegah sebelum parah (Mauladi, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan
fisik adalah suatu tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam
menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak.
Pemeriksaan fisik memeliki 4 metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan pengamatan visual (inspeksi),
perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan (perkusi). Kemudian
semua informasi yang diperoleh harus dicatat pada catatan medis (ambulatory)
untuk di evaluasi oleh dokter hewan (Sujoni, 2012). Teknik-teknik ini digunakan
untuk menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman.
2.1 METODE – METODE PEMERIKSAAN
2.1.1 INSPEKSI (melihat/
memperhatikan)
Langkah pertama pada pemeriksaan
pasien adalah inspeksi , yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat, mengamati
kondisi fisik hewan. Inspeksi yang dapat dilakukan yaitu pengamatan kebersihan
kulit dan bulu, status gizi, tempramen, keadaan feces, pemeriksaan mukosa dan
suhu tubuh.
Menurut Astiti (2010), perbedaan ciri
visual antara ternak sehat dengan ternak sakit antara lain :
NO
|
Kategori
|
Sehat
|
Sakit
|
1.
|
Pergerakan
|
Aktif
dan lincah
|
Kurang
aktif dan lincah
|
2.
|
Mata
|
Jernih
|
Pucat
dan sayu
|
3.
|
Bulu
|
Halus
dan bersih
|
Kasar,
berdiri dan kusam
|
4.
|
Nafsu
Makan
|
Normal
|
Berkurang
|
5.
|
Lendir
lubang alami
|
Tidak
ada
|
Ada
|
6.
|
Suara
napas
|
Halus,
teratur dan tidak tersengal- sengal.
|
Ngorok,
tidak teratur dan tersengal sengal.
|
2.1.1.1
PEMERIKSAAN KULIT DAN BULU
Kebersihan kulit dan bulu merupakan
titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh hewan. Karena kulit dan bulu memiliki fungsi yang
cukup penting pada tubuh hewan, diantaranya :
a.
Organ pelindung
dari virus
b.
Indikator
penentu jika hewan mengalami sakit atau sehat
c.
Tempat
penyimpanan zat tertentu
d.
Mencegah
hilangnya cairan elektrolit
e.
Tempat pembuatan
pigmen.
Ternak yang sehat keadaan bulunya
normal yaitu tampak mengkilat, lemas dan tidak rontok. Kelainan pada bulu dapat
berupa kerontokan, bulu tampak suram, kering, kasar dan berdiri. Bulu yang
rontok kebanyakan berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti eksim, skabies,
dermatitis, jamur, kutu, caplak dan lainnya. Keadaan bulu atau rambut berkaitan
dengan ternak yang diperiksa, perawatan, dan system perkandangannya ( Nuggroho,
2008). Tanda tanda yang bias dilihat jika ada kelainan
pada kulit yaitu dengan melihat warna kulit anemis, cyanotis, hyperemis dan
icterus.
Contagious Echtyma, orf atau
Dakangan merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus yang sangat
menular pada ternak khususnya domba dan kambing. Gejala awal penyakit ini
ditandai dengan adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir, kemudian berubah
menjadi lepuh, selanjutnya lepuh meluas dan melebar sehingga akhirnya terbentuk
keropeng ( Kartasudjana, 2001).
2.1.1.1
STATUS GIZI
Kondisi yang menunjukkan status gizi
hewan pada pemeriksaan fisik secara umum dapat dilihat secara inspeksi. Yaitu
dapat dilihat dari fisik hewan yang gemuk, kurus atau ideal. Pemeriksaan dengan
inspeksi dapat dilihat dibeberapa tempat dari tubuh hewan yaitu inspeksi bagian
costae, prosesus spinosus, scapula, dan pelvis serta
pangkal ekor. Hewan dengan kondisi gizi yang baik akan menunjukan tubuh yang
diselimuti oleh otot daging yang tebal, sedangkan hewan yang kurus akan
menunjukan beberapa kerangka / tulang yang menonjol seperti tulang rusuk costae,
pinggul, dan tulang punggung.
Penilaian keadaan status gizi pada hewan disebut dengan Body
Condition Scoring (BCS). Body Condition Scores adalah angka
yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi (Nainggolan, 2013).
2.1.1.2
TEMPRAMEN
Tempramen
merupakan sifat dari hewan. Untuk mengetahui tempramen hewan perlu dilakukan
pengamatan perilaku yang di tunjukannnya. Tempramen hewan yang dapat dilihat
oleh mata adalah bagaimana hewan tersebut bergerak aktif, menyerang jika
merasakan adanya bahaya (Ada orang cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat
lemah dan lesu, hewan tersebut sedang dalam keadaan sakit.
Menurut Kepala Badan Karantina
Pertanian (2006), jika hewan menunjukan tanda- tanda / gejala klinis seperti :
1. Hewan mencari tempat yang dingin, suka menyendiri, mati mendadak;
2. Agresif dan nervous;
3. Menyerang apa saja disekitarnya;
4. Memakan barang yang tidak lazim (tanah, batu dan kayu/pika);
5. Refleks kornea berkurang/hilang, pupil meluas dan kornea kering,
tonus urat daging bertambah (sikap siaga/kaku);
6. Mata keruh dan selalu terbuka diikuti inkoordinasi dan konvulsi;
7. Kornea kering dan mata terbuka dan kotor;
8. Paralise, semua refleks hilang, konvulsi dan mati.
Maka dapat disimpulkan bahwa hewan tersebut terserang penyakit rabies.
2.1.1.3
KEADAAN FECES
Feces
adalah sisa – sisa dari metabolisme pencernaan di dalam tubuh. Sisa sisa
metabolisme pencernaan ini disimpan sementara didalam usus besar. Untuk
mengetahui keadaan feces yang normal dan abnormal ialah dengan melihat tekstur dari
feces tersebut. Jika hewan menunjukan gejala seperti nafsu makan berkurang,
pertumbuhan lambat, bobot tubuh turun, sapi tampak pucat karena kekurangan
darah (anemia), kotorannya encer, diare,
dari gejala tersebut menunjukan bahwa hewan terserang penyakit cacing perut (
Yulianto dan Saparinto, 2010 ).
Cacing
yang ada didalam tubuh biasanya berada didalam saluran pencernaan, seperti :
lambung, usus halus, usus besar, dan saluran empedu hati. Apabila cacing –
cacing tersebut bertelur, maka telurnya akan tersimpan didalam saluran
pencernaan dan bercampur dengan feces. Apabila feces dikeluarkan oleh saluran
pencernaan anus, maka telur cacing akan ikut keluar bersama feces yng
dikeluarkan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui kebenaran akan
akan adanya telur cacing perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium hewan.
2.1.1.4
PEMERIKSAAN
MUKOSA
Pemeriksaan
mukosa adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat selaput lendir (mukosa)
hewan. Bagian tubuh hewan yang dapat di
amati mukosanya antara lain : mulut , mata, rectum, dan vagina. Mukosa hewan
ternak yang sehat berwarna merah muda
dan memiliki permukaan yang licin, basah, trasparan dan mengkilat.
Namun
ada beberapa mukosa hewan yang tidak berwarna merah muda (abnormal). Hal itu
disebabkan karena adanya gangguan kesehatan pada hewan tersebut. Menurut
Komarudin (2004), warna mukosa yang tidak normal adalah :
1.
Hyperemis
(kemerahan)
Jika
mukosa hewan berwarna kemerahan, maka hewan tersebut memiliki sirkulasi darah
yang cepat dan banyak sehingga terjadi peradangan/ bengkak di daerah tersebut.
2.
Anemis (
kepucatan)
Jika mukosa hewan berwarna pucat, maka hewan
tersebut memiliki gangguan sirkulasi darah sehingga mengakibatkan kekurangan
darah, misalnya terjadi pendarahan kerena luka.
3.
Cyanotis (kebiruan)
Jika
mukosa hewan berwarna biru, maka hewan tersebut kelebihan CO dan CO2 , serta
kekurangan oksigen (O2) yang
mengakibatkan keracunan.
4.
Icterus
(kekuningan)
Jika
mukosa hewan berwarna kuning, maka hewan tersebut memiliki gangguan pada hati atau
adanya zat warna empedu yang ikut dalam aliran darah yang mengakibatkan terjadi
penyakit hati atau peradangan dan pembengkakan hati (hepatitis).
2.1.1.6
SUHU TUBUH
Suhu tubuh bagian dalam tubuh hewan
dapat diukur dengan menggunakan thermometer atau menggunakan bantuan punggung
tangan pemeriksa. Pemeriksaan suhu tubuh hewan pada umumnya dilakukan dua kali
sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Hewan yang sehat memiliki suhu tubuh
pada pagi hari yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh pada siang dan
sore hari. Secara fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5ºC pada saat
setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika
hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis. (Mauladi,2009)
Tabel. Kisara Suhu tubuh Normal Pada Beberapa Hewan
Jenis hewan
|
Temperature
(°C)
|
Sapi
|
37,8 – 38,8
|
Kambing
|
38,6 – 39,6
|
Domba
|
38,6 – 39,6
|
Kuda
|
37,3 – 38,3
|
Babi
|
38,7 – 39,7
|
Kelinci
|
39,0 – 40,0
|
Anjing
|
38,4 – 39,4
|
Kucing
|
38,1 – 39,1
|
2.2 PALPASI
( Perabaan )
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan fisik dan digunakan
untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya.
Metode pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan pada bagian tubuh
hewan ini akan dapat mengetahui keadaan bagian luar dari tubuh hewan seperti
jika ada benjolan pada tubuh hewan.
Selain itu pemeriksaan dengan cara palpasi dapat dilakukan untuk
memeriksa frekuensi nadi dan jantung pada hewan. Untuk mengetahui frekuensi
nadi pada hewan dapat dirasakan dengan palpasi ringan dengan menekan pembuluh
darah arteri. Pengukuran frekuensi nadi pada hewan dapat dilakukan diberapa
tempat, yaitu :
a.
Menekan arteri
femoralis yang terletak dipaha bagan medial (dalam), terutama untuk hewan
berukuran kecil seperti kambing, kucing, anjing, pedet.
b.
Menekan arteri
coccigealis median yang terletak dibagian ventral ekor, untuk sapi.
c.
Menekan arteri
fascialis, terletak dibagian wajah untuk hewan sapi dan kuda.
d.
Menekan arteri
maksilaris yang terletak di maksila untuk hewan kuda.
Tabel. Kisaran
Frekuensi Nadi pada beberapa hewan.
Jenis
Hewan
|
Frekuensi
Nadi (per menit)
|
Sapi
|
48 – 80
|
Kuda
|
28 – 40
|
Kambing
|
70 – 80
|
Babi
|
70 – 120
|
Anjing
|
70 – 120
|
Kucing
|
120 – 140
|
Domba
|
70 – 80
|
Kelinci
|
180 – 350
|
Sumber : ( Sujoni, 2012 ).
Sedangkan untuk mengetahui frekuensi
pernafasan pada hewan yaitu dengan cara meletakan punggung tangan pemeriksa
didepan hidungnya. Kemudian hitung jumlah hembusan nafas dalam satu menit
dengan menggunakan arloji.
Metode palapasi ini juga sering
digunakan dalam mendeteksi kebuntingan. Prosedurnya adalah palpasi uterus
melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan,
fetus atau membran fetus. Teknik yang dapat digunakan pada tahap awal
kebuntingan ini adalah akurat, dan hasilnya dapat langsung diketahui. Namun demikian dibutuhkan pengalaman dan
training bagi petugas yang melakukannya, sehingga dapat tepat dalam
mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30
hari (Lestari, 2006).
3.3 PERKUSI ( Pukulan )
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan
pasien adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk
bagian tubuh tertentu pada hewan yang terlihat mengalami gangguan atau kelainan.
Pemeriksaan dengan ketukan atau pukulan, dapat dilakukan dengan menggunakan
alat ketuk (plexor atau percussion hammer) dan dampalan (fleximeter atau
percussion plate) yang terbuat dari logam. Teknik pemeriksaan ini digunakan
untuk mengetahui kelainan- kelainan yang mungkin ada di rongga dada dan rongga
perut. Bila dibawah tepat pengetukan terdapat rongga udara atau kosong maka
akan terjadi bunyi nyaring atau tympanis dan bila dibawah tempat pengetukan
keadaannya masif, yang terdengar adalah bunyi dup – dup ( Asmaki, 2008).
Selain itu metode perkusi juga dapat dilakukan pada pemeriksaan paru-paru
yang dilakukan dengan cara mengetuk dinding thoraks yang diperkirakan dibagian
bawahnya terdapat paru-paru dengan mengunakan palu perkusi. Menurut Komarudin
(2004), Suara- suara yang dihasilkan dari ketukan palu perkusi sebagai berikut
:
a.
Suara nyaring
dan nyata
Suara yang diberikan oleh paru-paru yang besar dan normal.
b.
Suara redup
Suara ini terjadi bila alveoli tidak berisi udara. Pada pneumonia,
tumor, penebalan dinding thoraks atau pleura, cedera pulmonum dan hydrothoraks.
c.
Suara tympanis
Suara yang terdengar seperti suara beduk. Pada pneumonia yang
berlanjut, apabila adanya udara didalam ruang thoraks.
d.
Suara logam
Contohnya hampir sama dengan suara tympanis, tetapi lebih khas.
e.
Sura Pot Pecah
Suara yang keluar seperti memukul sebuah periuk tanah yang telah
retak.
2.4 AUSCULTASI ( Pendengaran
)
Menurut
Rospond dan Lyrawati (2009), Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh
pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen
dengan alat bantu stetoskop.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada
suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah
suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen,
dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi
dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi,
kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara
jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui
paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
A.
AUSKULTASI
SUARA RESPIRASI
Auskultasi Suara Respirasi adalah
mendengarkan suara-suara respirasi (pernafasan) pada beberapa bagian rongga
dada dengan alat bantu stetoskop. Yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan
auskultasi respirasi adalah frekuensi, tipe, irama, intensitas napas serta
adanya suara-suara yang abnormal. Proses respirasi memiliki 3 tipe yaitu : Tipe
Thorakal, Tipe Abdominal, dan Tipe Thoracoabdominal (Komaruddin, 2010).
Sedangkan jenis irama respirasi antara Normal, Respirasi Biot, Respirasi Cheyne
Stoke, Respirasi Syncope. Untuk mendengarkan suara respirasi, arahkan stetoskop
pada area paru-paru. Kemudian dengarkan suara-suara vesikuler atau bronchial
dan suara abnormal respirasi. Suara suara yang mungkin terdengar antara lain:
1.
Suara nyaring :
Normal
2.
Suara redup :
paru paru bermasalah. Contoh: Masuk Angin dan adanya pendarahan radang paru
paru (pneumonia)
3.
Suara tympanis
: Perut besar yang menunjukan bahwa hewan tersebut dalam keadaan kembung (Bloat)
4.
Suara logam
(metalis ring sound)
5.
Suara pot pecah
(olla rupta).
Sumber
: ( Triakoso, 2011 ).
Frekuensi napas
normal pada beberapa hewan :
Jenis hewan
|
Frekuensi Napas (per menit)
|
Kuda
|
10 – 14
|
Sapi
|
14 – 15
|
Kambing
|
15 – 30
|
Babi
|
10 – 20
|
Anjing
|
14 – 30
|
Kucing
|
20 – 30
|
Ayam
|
15 – 48
|
Sumber : ( Komarudin,
2010 ).
B.
AUSKULTASI
SUARA JANTUNG
Auskultasi Suara Jantung adalah mendengarkan suara-suara jantung
pada bagian area rongga dada. Pemeriksaan auskultasi jantung yaitu dengan cara
letakkan bell stetoskop pada lokasi “M” untuk mendengarkan suara jantung katup
mitralis, pada lokasi “P” untuk mendengarkan suara jantung katup pulmonalis, pada
lokasi “A” untuk mendengarkan suara daerah aorta, ada lokasi “T” untuk
mendengarkan suara jantung katup trikuspidalis. Irama jantung yang normal
terdiri atas tiga bagian yaitu dua suara jantung dan fase istirahat.
Sumber : (Triakoso, 2011)
Kenaikan frekuensi jantung menunjukan adanya gangguan fungsi
jantung, meskipun kenaikan tersebut juga ditemukan pada keadaan tidak tenang,
demam, anemi, dan hewan yang sedang merasa kesakitan ( Subronto,1985 ).
Suara jantung yang abnormal yang bersangkutan dengan daur jantung,
atau bising, kadang disebabkan oleh katub jantung. Bising tersebut dapat
bersifat presistolik dan diastolic tergantung pada terdenganrnya dalam daur
jantung. Katub-katub jantung yang mengalami perubahan patologik biasanya dapat
dikenal dengan auskultasi yang teliti. Suara –suara seperti adanya benda yang
mencebur (splashing), suara tajam yang pendek (clicking) dan suara seperti
meremas (squishing) mungkin terdengar pada penyakit radang perikard ( Subronto,
1985 ).
C.
AUSKULTASI
SUARA RUMEN
Auskultasi Suara Rumen adalah
mendengar suara-suara rumen pada sapi dengan bantuan alat stetoskop. Caranya
dengan meletakkan bell stetoskop pada area kiri atas Abdomen, dengarkan hingga
beberapa saat hingga terdengar suara pergerakan cairan dan gas di dalam rumen,
yang mengindikasikan adanya kontraksi rumen (1-2menit) dan hitung waktu hingga
terdengar suara berikutnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah suatu
tindakan untuk mengetahui kondisi hewan baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Pemeriksaan hewan penting dilaksanakan terutama dalam menentukan diagnosa suatu
penyakit berdasarkan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan fisik memeliki 4
metode pemeriksaan, diantaranya adalah dilakukan dengan pengamatan visual (inspeksi),
perabaan pada tubuh (palpasi), pendengaran (auscultasi) dan pukulan (perkusi).
Dengan adanya hasil pemeriksaan
fisik tersebut, dokter hewan dapat mendiatnosa jika ada penyakit pada hewan dan
melakukan tindakan lanjutan untuk mencegah atau mengobati jika ada gangguan
atau penyakit pada tubuh hewan.
3.2 Saran
Untuk dapat melakukan pemeriksaan
fisik diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, seperti saat pemeriksaan auskultasi yang memerlukan
latihan yang rutin sehingga pada saat pemeriksaan
tidak salah dalam mendiatnosa atau menyimpulkan suatu penyakit .
DAFTAR
PUSTAKA
Arief, P. A., H. Masturi dan T. D. Asmaki. 2008. Budidaya
Usaha Pengolahan Agribisnis Ternak Sapi. Bandung : CV. Pustaka Grafika : 93
– 94. [14 Februari 2015].
Astiti, L. G. S.
2010. Petunjuk Praktis Manajemen
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/pu/
psds/Penyakit.pdf : 2-3. [18 Februari
2015].
Budaarsa, K., K. M. Budiasa, W. Suarna, A. W Puger, M . Suasta dan I . M . S . Miwada.
2012. Perbaikan Manajemen Pemeliharaan Dan Pelayanan Kesehatan Ternak Di
Desa Tianyar Barat . http://download.portalgaruda .org/article.php?article=13979 &val=943: 1. [18 Februari 2015].
Caturto, P. N.
2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. http://mirror.unpad.ac.id /bse/11_SMK
/kelas11_smk_agribisnis_teknik_ruminansia_caturto.pdf : 283. [19 Februari 2015].
Hasnudi., I.
Sembiring., S. Umar. 2004. Pokok-Pokok Pemikiran Bidang Peternakan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/804/1/ternak-hasnudi.pdf : 14. [18 Februari 2015].
Kepala Badan
Karantina Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan
Karantina Hewanterhadap Lalulintas
Pemasukan Hewan Penular Rabies(Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya).
http://www.karantina.deptan.go.id/hukum/file/12.a.%20LAMPIRAN.%20INPUT.pdf : 10. [1 Februari 2015].
j
Komarudin. 2004. Kesehatan Hewan PSK Semester 4.
Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 13 – 14 dan 26. [1 Februari 2015].
Komarudin. 2010. Klinik hewan Hewan Semester 1.
Pelaihari : SMK SPP Negeri Pelaihari : 23 - 24. [1 Februari 2015].
Mauladi, A. H. 2009. Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung Dan Nafas
Induk Sapi Friesian Holstein Bunting Yang Divaksin Dengan Vaksin Avian
Influenza H5n1. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24449/B09ahm.pdf;jsessionid=65D8314DF0142AEF09AE920C7E2A86A7?sequence=1 : 9 - 10. [28 Januari 2015].
Nainggolan, Y.
D. A. 2013. Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole
(Po) Oleh Peternak Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara
Sumatera Utara.http://undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL
/PETERNAKAN
/PETERNAKAN%202013/STUDI%20EKSPLORATIF%20 UPAYA%20KESEHATAN%20SAPI%20POTONG.pdf
: 3 - 4. [28 Januari 2015].
Nusdianto, T. 2011. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Fisik. https://triakoso.files.wordp ress .com/2009/10/petunjuk-praktikum-pemeriksaan-fisik-ipdv-1-2011.pdf : 6
– 7 . [28 Januari 2015].
Purnawan, Y., C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara
Intensif. Jakarta : Penebar Swadaya. Hal 162. [18 Februari 2015].
Raylene, M. R.,
D. Lyrawati. 2009. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
https ://
lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-fisik-dasar.pdf : 47. [6 Februari 2015].
Ruhyat, K. 2001. Teknik Kesehatan Ternak.
httppsbtik.smkn1cms.netpertanianbudiday a_ter
nakgeneraltehnik_kesehatan_ternak.pdf :
28. [28 Januari 2015].
Subronto. 1985. Ilmu Penyakit
Ternak I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal 23. [28 Januari
2015].
Sujoni. 2012. Pemeriksaan Umum Pada Hewan. Pelaihari : SMK SPP Negeri
Pelaihari: 7 dan 15. [1 Februari 2015].
Tita, D. L. 2006. Metode Deteksi Kebuntingan Pada Ternak Sapi. http://pustaka.unpad.
ac.id/wp-content/uploads/2009/09/metode_deteksi_kebuntingan.pdf : 4. [28 Januari 2015].
15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar